PARA SUAMI WAJI BACA ! UNTUK PEMUDA BUAT BEKAL
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar
bin Khatab r.a. ia ingin mengadu pada Khalifah; tak tahan dengan
kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki
itu tertegun.
Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar
bin Khatab r.a. sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri
yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar
keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang
sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal
melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang
Khalifah Umar bin Khatab r.a. yang disegani kawan maupun lawan, berdiam
diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di
luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.
1. Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan
pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya,
membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap
membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya.
Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi
laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan
azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia
dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang
dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang
melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri
dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah.
Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh.
Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam
mencari nafkah.
2. Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore
suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam.
Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan
terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan
uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga,
memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah
tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24
jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga
hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki
yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit
menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar
ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan
istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang
semakin hari semakin membebani.
3. Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi
berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar.
Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata
busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang
pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada
yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri.
Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.
4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan
bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang
menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas
agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan
pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas
membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku-ngaku akulah yang
membuatnya begitu? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak
lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khatab r.a. paham benar
akan hal itu.
5. Penyedia Hidangan
Pulang kerja,
suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian.
Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma
tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan
lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya
sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami
memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang.
Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah.
Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan;
menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan
istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori
makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat
lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap istrinya
ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah
tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api
neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak,
menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri,
tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar hanya
mengingat kebaikan-kebaik an istri untuk menutupi segala cela dan
kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah
ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak
terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah
suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab
r.a. ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam
idaman bagi keluarganya...